Rabu, 25 Juli 2012

Mengatasi Masalah Alergi "MATEMATIKA" Pada Siswa

Pelajaran matematika hampir selalu dianggap sebagai sumber petaka bagi sebagian besar siswa, sejak di tingkat SD, SMP sampai SMA. 
Aneh, tapi itulah faktanya ! Entah mengapa, walau matematika merupakan
pelajaran dasar yang akan diterapkan dalam semua pelajaran yang lain, namun
ternyata banyak menimbulkan kesulitan pada siswa. Meskipun pada setiap Ujian Nasional ada siswa yang
mendapatkan  nilai bulat sepuluh untuk pelajaran matematika,
tapi tetap saja lebih banyak
siswa yang antipati terhadap matematika.

Untuk mengatasi hal yang demikian
tentunya kita harus tahu lebih dulu penyebab terjadinya hal tersebut, atau paling
tidak, harus ada hipotesis tentang sebab musababnya.  Ada beberapa hal yang bisa kita kambing
hitamkan sebagai biang keladi timbulnya kesulitan siswa dalam belajar
matematika, antara lain :
1.
Meskipun secara resmi di Indonesia sudah berlaku Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diterap dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
namun masih lebih banyak Bapak dan Ibu guru yang belum mengubah gaya
mengajarnya,  menyebabkan kebanyakan
siswa masih menjadi obyek belajar bukan subyek belajar.  Artinya guru hanya bertugas untuk mengajarkan
materi pelajaran sampai habis agar semua materi pelajaran pokok tersampaikan,
dengan demikian target daya serap siswa menjadi prioritas nomer duapuluhtujuh,
kalau tidak boleh dikatakan bahwa kemampuan siswa dalam menyerap materi
pelajaran itu tak digubris sama sekali.
2.
Budaya malu dan ewuh pakewuh yang salah tempat dalam darah daging masyarakat
Indonesia menyebabkan tabu bila seorang siswa mendebat atau membantah
penjelasan gurunya, walau penjelasan itu tak benar seratus persen !
3.
Siswanya yang tak mau tertib melatih diri dengan berbagai soal latihan.  Ngerjakan Pe-er aja segan, apalagi nyoba
soal-soal lain yang nggak diwajibkan, lebih-lebih kalau dianjurkan membaca
teori matematika, “ Wow, ………ntar dulu la yaw, sibuk gitu looh !!”.  Padahal punya buku lengkap !  Alhasil buku-buku itu hanya dibaca soalnya
saja, cuman dipakai ngerjain soal kalau ada pe-er doang !
Untuk  hipotesis ke satu dan ke dua, kita tak bisa
berbuat apa-apa, karena itu sudah di luar wewenang para siswa, namun telah
menjadi urusan orang-orang gede alias para pejabat dan ortu, termasuk
beliau-beliau para pahlawan ( tanpa tanda jasa
!).   Yang ke tiga inilah yang
saat ini harus dicermati
agar para siswa tidak dibenci matematika, sehingga kesulitan
yang dialami
itu cukuplah sampai di tingkat yang jalani siswa saat ini saja, untuk tingkat yang lebih
tinggi berikutnya sudah bisa klier. Kenapa harus begitu ? Yaah, para siswa harus tahu bahwa matematika
ini akan selalu ditemui
teruuus sampai di bangku kuliah jurusan apapun.
Bahkan kelak kalau para siswa kuliah
di jurusan sastrapun, akan ketemu lagi dengan logika matematika dan statistik.
  Kesulitan yang seringkali menyerang ketika siswa mengerjakan pe-er atau ulangan pada banyak kasus merupakan faktor penyebab utama para siswa alergi terhadap matematika, apalagi kalau sedang mencoba mengerjakan soal yang manapun selalu macet alias kebingungan, apa yang mau ditulis berikutnya !!
Akibatnya sudah bisa diterka, kalau pas waktunya pelajaran matematika,
mendingan diam seribu bahasa daripada tanya atau usul yang berbuntut disuruh
maju untuk mengerjakan soal ke papan tulis. Kebiasaan yang seperti ini akan
berakibat fatal, sebab kalau ada guru menjelaskan materi baik yang baru maupun
yang mengulang, dan anak-anak yang tidak paham enggan bertanya maka
ketidak-pahamannya menjadi bertumpuk semakin hari semakin membukit, jadilah
konsep yang masuk ke benak dia bagaikan benang kusut yang sangat ruwet, … basah
lagi, sehingga sulit diusut mana ujung mana pangkalnya.
   Untuk mencoba mengatasi persoalan itu ada sedikit program belajar yang barangkali agak kuno, tapi tampaknya masih bisa digunakan tanpa banyak kendala kecuali rasa malas pada diri masing-masing siswa. Program ini mungkin hanya pantas untuk mereka yang merasa dirinya
biasa-biasa saja atau bahkan kurang dalam hal matematika.  Pertama yang harus kita ingat adalah nasehat
guru matematika kita di kelas kalau sedang membahas pe-er atau soal-soal lain,
selalu beliau mengatakan : “Coba yang pekerjaannya masih salah dibenarkan,
supaya bisa dipakai untuk belajar lagi !”
Kerapkali banyak siswa menanggapi pernyataan ini dengan pemahaman yang
kurang benar, sehingga catatan pengerjaan soal-soal itu hanya dipakai untuk
belajar lagi ketika mau ulangan dengan cara hanya membacanya lagi
berulang-ulang.
  Padahal belajar matematika tidak bisa hanya dengan membaca saja, namun harus disertaii dengan tindakan mengerjakan soal.  Jadi sebaiknya
soal-soal yang sudah pernah dikerjakan atau dibetulkan pekerjaannya di kelas,
selain dibaca ulang harus dikerjakan ulang juga ! Yang paling ideal, setiap
selesai pelajaran matematika pada pagi hari, siang atau malam harinya kita
harus mengerjakan ulang soal-soal yang tadi sudah dibahas di kelas. Ketika itu
ingatan kita masih segar, sehingga diharapkan tidak banyak mengalami kesulitan
dan bisa menambah ketajaman berkas ingatan kita dalam otak tentang pelajaran
tadi pagi.  Usahakan ketika mengerjakan
ulang ini, tidak membuka buku catatan.
Kalau pada saat mengerjakan ulang ini kita menemui kesulitan, baru kita
buka buku catatan yang tadi pagi untuk kita pelajari lagi bagaimana mengerjakan
yang benar. Dengan demikian catatan yang kita buat setiap hari itu bermanfaat
yakni bisa menggantikan posisi guru sebagai tempat kita bertanya.  Pengalaman menunjukkan bahwa pada periode
awal kita menerapkan cara ini, untuk mengulang soal-soal yang cukup sulit,
dalam waktui 60 menit kita belajar, belum tentu mampu mengulang 3 soal dengan
baik dan benar. Kalau perlu untuk soal yang dalam mengerjakannya pernah macet
lebih dari dua kali, harus diulang lebih dari sekali supaya benar-benar paham.
  Pada tahap awal hendaknya cukup dengan soal yang sudah dibahas di kelas, tak perlu mencoba soal-soal baru, kecuali yang ditugaskan untuk pe-er. Namun jika kita sudah terbiasa dengan cara latihan yang demikian, kecepatan mengerjakan ulang ini akan terus meningkat sampai pada suatu saat nanti kita bisa berharap tak perlu lagi mengerjakan ulang soal-soal yang pernah dibahas karena sudah langsung membekas di dalam benak, sehingga begitu selesai mengikuti pelajaran, kita bisa langsung mencoba
soal-soal baru yang belum pernah kita kerjakan.
Jika hal itu sudah terjadi dan hasil pekerjaannya benar, berarti kita
sudah mulai belajar melangkah maju dalam belajar matematika, bukan berjalan di tempat atau bahkan mundur. Dengan program ini sebenarnya kita membidik tiga hal penting yang harus dipunyai oleh setiap siswa yang sedang belajar matematika.  Pertama
adalah memahami konsep yang dipelajari dengan pemahaman yang sebenarnya dan
tidak ragu-ragu yakni dengan mengulang-ulang penerapan konsep tadi dalam
memecahkan problem yang diungkap soal, sehingga ketika guru membahas konsep
lanjutannya, dalam diri kita sudah tidak ada ganjalan untuk konsep sebelumnya
yang biasanya juga digunakan dalam penerapan konsep lanjutan tadi. Kedua,
secara psikologis program ini bisa mengurangi tingkat keputus-asaan siswa dalam
mempelajari matematika. Sebab jika setiap mengerjakan soal selalu macet tanpa
ada solusi yang positif, lambat laun semangat kalian akan pupus bahkan padam.
Akan tetapi kalau setiap macet dalam mengerjakan soal kamu bisa mencari solusi
sendiri dengan jalan mempelajari ulang apa yang sudah pernah kamu lakukan di
kelas, maka lambat laun hal ini akan mampu memunculkan semangat belajar dan
kemandirian yang tangguh.  Sedangkan yang
ketiga program ini bisa melatih kalian para siswa untuk jujur terhadap dirinya
sendiri. Munculnya kejujuran ini bisa dimulai dari ketika kalian harus
memutuskan untuk mengerjakan ulang lagi suatu soal atau langsung beralih ke
soal lain.  Jika kamu merasa sudah paham
tentu akan memutuskan beralih ke soal berikutnya, namun apabila merasa masih
belum mengerti seratus persen tentu kamu akan memutuskan untuk mengulang
kembali soal itu.
Jikalau ketiga hal yang menjadi bidikan program ini bisa terwujud maka berikutnya akan menimbulkan minat mu
untuk bertanya bila tak memahami suatu persoalan yang sedang dibahas di kelas.
Kalian akan berani melontarkan pertanyaan karena merasa punya modal yakni
konsep yang sudah dipahami berulang-ulang sebelumnya.  Bukankah untuk bertanya kita juga harus
memahami apa yang hendak ditanyakan ?
Betapa indahnya dunia pendidikan kita ini kalau bisa terjadi interaksi dua arah antara guru dan murid. Dengan
aktifnya siswa bertanya dan mengulang pemahaman konsep, maka suatu saat  mungkin akan terjadi suatu dialog dalam kelas
tentang suatu konsep matematika yang baru dikenalkan kepada siswa dengan
membandingkannya kepada konsep yang sudah kita pahami sebelumnya. Kalau iklim
belajar yang  demikian sudah tercapai,
guru dan siswa masing-masing akan memetik keuntungan sendiri-sendiri.  Siswa akan lebih leluasa dalam mengembangkan
kemampuannya dan guru akan tidak terlalu berat mengajar untuk menjadikan siswa
memahami konsep yang diajarkan karena siswa sudah aktif belajar.
Segala sesuatu akan tampak kelebihan dan kekurangannya kalau sudah dijalani. Demikian juga dengan program ini, cobalah jalankan niscaya akan kita peroleh sesuatu yang berharga, paling tidak pengalaman menjalankan suatu program belajar.  Kan kata orang guru yang paling baik adalah pengalaman.

0 komentar:

Posting Komentar